Sahabat Tercinta
“ Efra tunggu aku !!! “
teriakku padanya. Efra hanya menengok kearah datangnya suaraku tanpa kata. Dengan nafas yang masih terengah aku berusaha
bicara dengan Efra. “ Kamu masih marah sama aku ya? “ tanyaku padanya saat
posisi kami sudah sejajar.
“ Enggak. Aku sudah lupa masalah
kemarin. “ jawabnya santai, cuek, tapi
masih dengan suaranya yang lembut.
“ Makasih Efra. Kamu baik banget deh. “
kataku berpura-pura menjadi gadis manis. Efra menatapku sesaat dengan lekat,
lalu memalingkan wajahnya.
“ Beberapa detik lagi pasti Mr. Andre
masuk kelas. Gimana kalau kita lari? “ tawar Efra padaku. Aku menjawab tawaran
itu dengan menganggukkan kepala. Lalu Efra mulai menghitung dari satu sampai
tiga, dan akhirnya kami lari bersama
hingga masuk kelas.
Untung
saja tebakan Efra tentang Mr. Andre benar. Kami lari sekencang-kencangnya
hingga bisa sampai di dalam kelas dengan tepat waktu. Baru saja aku duduk
dibangku, Mr. Andre sudah masuk dan memulai pelajaran pagi itu. Hemmmm…..kalau
dipikir-pikir punya sahabat seperti Efra memang menyenangkan dan menguntungkan.
Wajahnya yang mudah mempesona siapapun cewek yang melihatnya membuat aku
terkadang bangga memiliki sahabat sepertinya. “ Husshh!! Bengong terus. Kerjain
itu tugasnya. Mau kamu dihukum? “ Efra membuyarkan lamunanku.
“ Iya iya bos besar,
aku kerjakan sekarang. Dasar bewel! “ gerutuku. Efra hanya menanggapi kalimatku
dengan tatapan sinis. Baru saja aku akan menuliskan hasil penghitunganku,
terdengar Mr. Andre memanggil “ Joice Putri maju dan kerjakan! “ sambil
berjalan ke papan tulis aku mengutuki diri dalam hari, kenapa harus aku yang
dipanggil pertama? Dasar guru menyebalkan.
Hari
yang aku lewati bersama dengan Efra sudah dimulai sejak kami satu sekolah saat
SD. Dia teman terbaikku. Disaat aku terkena cacar, dan semua teman menjauhi
aku, hanya Efra yang dengan senang hati menjenguk aku dan membawakan buah
kesukaaanku ke rumah. Kami berteman dengan sangat baik. Terkadang juga Efra
memposisikan dirinya sebagai Abang bagiku. Dan aku, selalu manjadi adik yang nakal
baginya.
Aku
selalu bangga pada Efra. Dia selalu membimbing aku kejalan yang benar. Dari
dulu hingga sekarang, dia tidak pernah berubah, selalu baik. Terakhir kali Efra
marah padaku, beberapa hari yang lalu. Itu juga karna aku salah. Aku diam saja
saat ada teman lain yang mengejek aku habis-habisan. Efra bertindak, ia tidak
terima aku diperlakukan begitu. Ia memaki balik anak-anak itu lalu memarahi
aku. Efra bilang aku selalu terlihat lemah, aku tidak pernah bisa menyelamatkan
diri sendiri dari musuh, katanya. Dan sejak itu aku sadar, kalau dalam hidup
aku harus bisa mandiri. “ Joice!!!! Kamu dengar aku bicara nggak sih? Kenapa
kamu nggak kasih tanggapan? “ Efra selalu menyadarkan aku, seperti sekarang,
dia membuyarkan lamunanku lagi.
“ Aduuhhhh..!! Telingaku bisa rusak
kalau kamu terus teriak gitu Efra. Aku dengar kamu kok. “
“ Kenapa kamu nggak kasih tanggapan
kalau kamu dengar? Aku sudah minta tanggapan dari tadi Jo. “ suara Efra mulai
terdengar menurun satu oktaf.
“ Tanggapan? Kamu nggak minta apa-apa
Efra, minta tanggapan apa? “ ups, aku keceplosan. Pasti sebentar lagi Efra
marah karna tidak aku dengarkan.
“ Ketahuan deh kamu. Jujur aja sama aku
Jo, kamu kenapa? Apa yang kamu pikirkan dari tadi? “ nada bicara Efra mulai
dingin. Pasti marah dia, batinku.
“ Emm, Efra jujur deh. Aku emang tadi
nggak dengerin kamu ngomong. Aku lagi mikirin masa kecil kita. Lucu banget. “
kataku polos. Percuma berbohong pada Efra, dia pembaca pikiran yang cerdas,
pasti susah membohonginya.
“ Anak aneh. “ hardiknya padaku. “
Harusnya yang kamu pikirkan masa depan, bukan masa kecil. “ lanjut Efra lalu
mencubit pipiku, sakit sekali.
“ Eh, main cubit sembarangan. Sakit
tahu. Kamu kira aku ini boneka apa? “ kataku lalu cemberut, bete banget.
“ Bukan, tapi kamu mirip boneka. Udah
tembem, kelewat polos pula. “ ledek Efra lalu tertawa. Tertawanya lepas sekali,
tanpa beban. Membuat kantin yang penuh manusia semakin berisik, udah gitu
rambutku diacak-acak pula. Dasa cowok ngeselin, makiku dalam hati. “ Ngambek
deh Joice. Maaf, Jo. “ lanjutnya. Tawanya yang lepas sudah mereda. Aku tidak
menjawab dan memalingkan wajah. “ Kalau kamu mau maafin aku, nanti pulang
sekolah aku belikan kamu es krim ya? “ Efra mulai menggerncarkan rayuannya.
Mendengar kata ‘es krim’ pada kalimat itu, spontan aku menatap Efra lalu
tersenyum padanya. Aku sangat suka es krim, apalagi kalau gratis.
To Be Continue ------>
Efra itu cowok ??? gak nyangka o.O
BalasHapuswkwkwk, kenapa emang? kamu kira cewek?
BalasHapus