Rabu, 08 Agustus 2012

Sahabat Tercinta
“ Efra tunggu aku !!! “ teriakku padanya. Efra hanya menengok kearah datangnya suaraku tanpa kata.  Dengan nafas yang masih terengah aku berusaha bicara dengan Efra. “ Kamu masih marah sama aku ya? “ tanyaku padanya saat posisi kami sudah  sejajar.
“ Enggak. Aku sudah lupa masalah kemarin. “  jawabnya santai, cuek, tapi masih dengan suaranya yang lembut.
“ Makasih Efra. Kamu baik banget deh. “ kataku berpura-pura menjadi gadis manis. Efra menatapku sesaat dengan lekat, lalu memalingkan wajahnya.
“ Beberapa detik lagi pasti Mr. Andre masuk kelas. Gimana kalau kita lari? “ tawar Efra padaku. Aku menjawab tawaran itu dengan menganggukkan kepala. Lalu Efra mulai menghitung dari satu sampai tiga, dan akhirnya  kami lari bersama hingga masuk kelas.
            Untung saja tebakan Efra tentang Mr. Andre benar. Kami lari sekencang-kencangnya hingga bisa sampai di dalam kelas dengan tepat waktu. Baru saja aku duduk dibangku, Mr. Andre sudah masuk dan memulai pelajaran pagi itu. Hemmmm…..kalau dipikir-pikir punya sahabat seperti Efra memang menyenangkan dan menguntungkan. Wajahnya yang mudah mempesona siapapun cewek yang melihatnya membuat aku terkadang bangga memiliki sahabat sepertinya. “ Husshh!! Bengong terus. Kerjain itu tugasnya. Mau kamu dihukum? “ Efra membuyarkan lamunanku.
“ Iya iya bos besar, aku kerjakan sekarang. Dasar bewel! “ gerutuku. Efra hanya menanggapi kalimatku dengan tatapan sinis. Baru saja aku akan menuliskan hasil penghitunganku, terdengar Mr. Andre memanggil “ Joice Putri maju dan kerjakan! “ sambil berjalan ke papan tulis aku mengutuki diri dalam hari, kenapa harus aku yang dipanggil pertama? Dasar guru menyebalkan.
            Hari yang aku lewati bersama dengan Efra sudah dimulai sejak kami satu sekolah saat SD. Dia teman terbaikku. Disaat aku terkena cacar, dan semua teman menjauhi aku, hanya Efra yang dengan senang hati menjenguk aku dan membawakan buah kesukaaanku ke rumah. Kami berteman dengan sangat baik. Terkadang juga Efra memposisikan dirinya sebagai Abang bagiku. Dan aku, selalu manjadi adik yang nakal baginya.
            Aku selalu bangga pada Efra. Dia selalu membimbing aku kejalan yang benar. Dari dulu hingga sekarang, dia tidak pernah berubah, selalu baik. Terakhir kali Efra marah padaku, beberapa hari yang lalu. Itu juga karna aku salah. Aku diam saja saat ada teman lain yang mengejek aku habis-habisan. Efra bertindak, ia tidak terima aku diperlakukan begitu. Ia memaki balik anak-anak itu lalu memarahi aku. Efra bilang aku selalu terlihat lemah, aku tidak pernah bisa menyelamatkan diri sendiri dari musuh, katanya. Dan sejak itu aku sadar, kalau dalam hidup aku harus bisa mandiri. “ Joice!!!! Kamu dengar aku bicara nggak sih? Kenapa kamu nggak kasih tanggapan? “ Efra selalu menyadarkan aku, seperti sekarang, dia membuyarkan lamunanku lagi.
“ Aduuhhhh..!! Telingaku bisa rusak kalau kamu terus teriak gitu Efra. Aku dengar kamu kok. “
“ Kenapa kamu nggak kasih tanggapan kalau kamu dengar? Aku sudah minta tanggapan dari tadi Jo. “ suara Efra mulai terdengar menurun satu oktaf.
“ Tanggapan? Kamu nggak minta apa-apa Efra, minta tanggapan apa? “ ups, aku keceplosan. Pasti sebentar lagi Efra marah karna tidak aku dengarkan.
“ Ketahuan deh kamu. Jujur aja sama aku Jo, kamu kenapa? Apa yang kamu pikirkan dari tadi? “ nada bicara Efra mulai dingin. Pasti marah dia, batinku.
“ Emm, Efra jujur deh. Aku emang tadi nggak dengerin kamu ngomong. Aku lagi mikirin masa kecil kita. Lucu banget. “ kataku polos. Percuma berbohong pada Efra, dia pembaca pikiran yang cerdas, pasti susah membohonginya.
“ Anak aneh. “ hardiknya padaku. “ Harusnya yang kamu pikirkan masa depan, bukan masa kecil. “ lanjut Efra lalu mencubit pipiku, sakit sekali.
“ Eh, main cubit sembarangan. Sakit tahu. Kamu kira aku ini boneka apa? “ kataku lalu cemberut, bete banget.
“ Bukan, tapi kamu mirip boneka. Udah tembem, kelewat polos pula. “ ledek Efra lalu tertawa. Tertawanya lepas sekali, tanpa beban. Membuat kantin yang penuh manusia semakin berisik, udah gitu rambutku diacak-acak pula. Dasa cowok ngeselin, makiku dalam hati. “ Ngambek deh Joice. Maaf, Jo. “ lanjutnya. Tawanya yang lepas sudah mereda. Aku tidak menjawab dan memalingkan wajah. “ Kalau kamu mau maafin aku, nanti pulang sekolah aku belikan kamu es krim ya? “ Efra mulai menggerncarkan rayuannya. Mendengar kata ‘es krim’ pada kalimat itu, spontan aku menatap Efra lalu tersenyum padanya. Aku sangat suka es krim, apalagi kalau gratis.



To Be Continue ------> 

2 komentar: