Tepat seperti janjinya
padaku tadi sewaktu istirahat, Efra membelikan aku es krim kesukaanku. Wah,
sudah lama Efra tidak membelikan aku es krim begini. Untunglah dia sedang
berbaik hati. Kami memakannya bersama dirumahku. Kebetulan rumah kami
berdekatan, jadi Efra tidak perlu jalan terlalu jauh kalau pulang dari rumahku.
Hemmm, enak sekali. Aku rindu suasana bersama begini. Tapi, waktu selalu
berjalan cepat disaat aku sedang menikmatinya. Efra harus pulang karna langit
sudah menyemburkan warna jingganya.
Sudah
beberapa hari ini Efra dan aku jalan bareng sama Gita. Dia anak baru yang aku
dan Efra kenal di sekolah ini. Dia anak yang ramah, baik, dan mudah bergaul.
Aku dan Efra mulai nyaman bersamanya. Sore itu kami bertiga berniat pergi
bersama ke mal terdekat. Kata Efra hari itu ada film baru yang ditayangkan.
Kami lihat bertiga. Saat sudah mendapat tiket, Efra memberi aku tiket yang bersebelahan
dengannya. Tapi sepertinya Gita tidak begitu menyukainya. Jadi aku mengalah dan
memberikan tiketku padanya. Semenjak keluar dari studio bioskop, Gita dan Efra
semakin dekat. Mereka mulai melupakan kehadiranku. Aku jadi sebel melihatnya. “
Jo, kamu pulang naik taksi sendiri gapapa kan? Aku mau antar Gita dulu, kasihan
dia, rumahnya jauh banget. “ kata Efra saat kami sudah keluar dari mal.
“ Iya deh. Motor kamu juga nggak cukup
buat bertiga. Hati-hati ya di jalan. “ kataku lemas lalu berlalu meninggalkan
mereka berdua dan mencari taksi.
Saat taksi sudah melesat meninggalkan mal itu, aku sempat
melihat Efra dan Gita berboncengan. Sepertinya Gita dan Efra saling menyukai. Gita
tampak sangat senang bisa berboncengan dengan Efra, begitu juga sebaliknya.
Tanpa aku sadari, perlahan ada rasa kecewa yang timbul dihatiku. Rasanya
semakin lama, semakin sakit.
Semakin
lama, Gita dan Efra lebih sering jalan berdua. Mereka mulai mencampakkan aku.
Hingga sore itu, aku memutuskan datang ke rumah Efra. Aku ingin menanyakan
langsung apa maksud semua ini. Aku sudah tidak tahan menjadi bayangan terus
begini. “ Efra, kamu suka sama Gita ya? “ tanyaku langsung saat Efra meletakkan
minuman untuk kami berdua.
“ Kamu ngomong apa sih Jo? Kita hanya
sahabat. “ jawab Efra dingin dan cuek. Tidak ada lagi suara lembut dalam
kalimat itu.
“ Jujur aja, aku sudah lihat
perubahannya Efra. “ jawabku polos. Tersirat rasa kecewa pada kalimatku. Entah
kenapa, rasanya tiba-tiba begini. “ Kalau benar kamu suka sama Gita, tenang aja,
cinta kalian nggak bertepuk sebelah tangan kok. Kemarin, aku sudah tanya pada
Gita, dia mau jujur tentang perasaannya ke kamu. Dia suka sama kamu. “ lanjutku
menjelaskan. Efra sepertinya terkejut dengan kalimatku barusan.
“ Kamu salah Jo. “ jawab Efra singkat.
“ Maksud kamu? “ tanyaku bingung.
“ Joice….aku suka sama kamu. Bukan sama
Gita. “
“ Tapi kamu begitu dekat sama Gita.
Udahlah, jangan bohongi aku Efra. “
“ Aku suka kamu Joice, bukan Gita.
Selama ini aku nggak mau mengungkapkan perasaan ini, karna aku selalu takut
kamu menolak aku dan akhirnya persahabatan kita hancur. “ kata Efra lalu
meletakkan tangannya erat dipipiku.
“ Tapi kenapa kamu justru lebih dekat
dengan Gita? “
“ Itu karna, aku ngerasa kalau kamu
nggak punya persaaan yang sama Jo. Kamu nggak pernah memperlihatkan perasaanmu.
Selagi ada Gita, aku manfaatkan dia untuk objek penggantimu. Supaya aku bisa
melupakan perasaan ini. “ Efra menjelaskan semuanya. Dengan suara yang sangat
lembut, suara yang selalu aku rindukan. Perlahan entah mengapa, air mataku
menetes. Dengan cepat Efra menghapusnya lembut.
“ Efra, aku….ummm.. aku juga menyukai
kamu. Aku juga menyayangi kamu. Tapi, aku nggak bisa menerima cinta itu. Aku
nggak mau Gita bersedih. Aku juga nggak mau suatu masalah kecil dalam hubungan
kita justru menjauhkan kita nantinya. “ jelasku lalu menundukkan kepala.
“ Aku selalu menghargai keputusanmu
Joice. Aku akan lakukan apapun demi kebahagianmu. Aku nggak akan jadi kekasihmu
tak apa. Asalkan aku bisa selalu bersamamu dan membuatmu tersenyum. “ kata Efra
tanpa melepaskan tangannya dari pipiku dan tersenyum lembut padaku.
“ Aku percaya kamu nggak akan membuat
aku bersedih. Tolong bahagiakan Gita. Jadilah kekasihnya demi aku. Karna
kebahagiaannya, berarti kebahagiaanku juga. “ pintaku pada Efra.
“ Aku akan lakukan itu demi kamu Joice.
Aku janji. Tapi bolehkah aku menganggapmu sebagai sahabat tercintaku? “
“ Why not? “ kataku lalu tersenyum
padanya.
“ Terima kasih Jo “ kata Efra lalu menarikku dalam dekapan
peluknya yang lembut dan hangat. Aku juga membalas pelukan itu.
Dan semenjak kejadian
itu aku, Efra, dan Gita bersahabat baik. Efra menepati janjinya. Dia meminta
Gita menjadi kekasihnya satu bulan kemudian. Mereka sudah menjadi sepasang
kekasih sekarang. Dan aku, akan selalu menjadi bayangan untuk mereka. Gita
tampak sangat bahagia. Bagitu juga aku dan Efra. Kami memiliki persahabatan yang
sejati hingga kami lulus SMA.
“ Berkorban demi kebahagian sahabat
kita merupakan hal yang menyenangkan. Walau hal itu terkadang membuat hati kita
sendiri sakit dan terluka. Itu bukanlah masalah jika semua sahabat kita merasa
senang. Begitu juga yang dilakukan Joice. Walaupun dia harus selalu menjadi
bayangan, tapi dia berjiwa besar mau mengorbankan hal berarti dalam hidupnya
demi Gita, sahabat barunya yang sangat dia sayangi.“
TAMAT