Kamis, 30 Januari 2014

Kasih Sayang Pelawan Ekstasi


Belle terbangun dari tidur nyenyaknya ketika ia mendengar suara ribut-ribut diluar. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar. Begitu dilihatnya, sang ayah sudah bersiap memukuli ibunya lagi pagi itu, Belle langsung mendorong tubuh separuh baya yang sudah sedikit tersungkur itu menjauh dari pukulan keras ayah yang selanjutnya, dan akhirnya punggung baja Belle-lah yang terkena imbasnya. “ Cepat berikan uangnya! “ bentak ayah pada ibu yang sudah mendekap erat Belle yang kini sudah tersungkur sambil meringis kesakitan. “ Tidak Roy! Uang itu hanya aku gunakan untuk sekolah Belle! “ sahut ibu dengan suaranya yang mulai meninggi. PLAK, sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ibu Belle, ibu terlihat kesakitan. “ Ayah! Sudahlah, jangan sakiti ibu begitu! “ kata Belle dengan suara menahan tangis dan mencoba menahan tangan ayahnya diudara. “Ibu, sudahlah, berikan saja uangnya. Aku tidak masalah kalau harus berhenti sekolah bu. Asalkan ibu tidak terluka. “ lanjut Belle. Dan akhirnya Ibu Belle pun memberikan uang itu kepada Roy, ayah Belle.
Setelah menerima uang yang diinginkannya, Ayah Belle pergi entah kemana dengan tidak lupa menggebrak pintu rumah sebelum benar-benar keluar rumah. Dan Belle mulai menangis dipangkuan sang ibu. Ibu terus menenangkan Belle dengan mengusap-usap lembut rambut Belle. Kejadian ini sudah sering terjadi semenjak usaha Ayah Belle mengalami kebangkrutan. Ayah Belle yang tertekan dan mulai depresi akhirnya memutuskan untuk menjadi pengguna ekstasi. Dengan keadaan ekonomi yang terkadang sangat tidak mencukupi, Ayah Belle selalu memaksa Ibu Belle untuk bekerja keras. Belle selalu merasa miris melihat perubahan drastis yang terjadi pada keluarganya itu. Ia merasa keluarganya tidak sempurna. Belle yang manis, pintar, dan selalu aktif di sekolahnya membuat ia mendapatkan beasiswa, sehingga ia bisa sedikit meringankan beban ibunya yang membiayai sekolahnya selama ini.
***
Untuk pertama kalinya dalam bulan ini, Belle bisa memulai harinya dengan suasana pagi yang damai dan tentram. Sepertinya semalam Ayah Belle tidak pulang ke rumah. Tapi Belle lebih suka jika seperti itu. Dan seperti biasanya, Belle berjalan kaki menuju sekolahnya. SMA Tunas Bangsa, sekolah elit yang ada di Bandung. Beruntunglah Belle diberi otak yang super cerdas, hingga lolos seleksi masuk sekolah itu. Dengan senyum mengembang Belle memasuki halaman sekolahnya yang sangat luas. Hari itu pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia, pelajaran kesukaan Belle. Karna hanya dalam pelajaran itu saja Belle bisa mengungkapkan imajinasinya yang tidak mungkin tercapai.
“ Bel, kamu dipanggil sama Bu Mentari, wali kelas kita di ruang guru sekarang. “ kata Bagas saat bel tanda istirahat berbunyi. “ Oh iya, makasih. “ jawab Belle. Dengan langkah setengah bermalas-malasan Belle menyusuri koridor sekolah menuju ruang guru sesuai permintaan.
***

“ Bel, ibu memanggil kamu ke sini, karna ibu ingin minta tolong ke kamu. Ibu sangat butuh bantuan kamu Bel. “ kata Bu Mentari saat aku sudah duduk dihadapannya.
“ Apa yang bisa saya bantu Bu? “ tanya Belle ingin tahu.
“ Kamu pasti tahu Ello kan? Siswa kelas XII-IPA 3 yang sangat nakal itu? “
“ Iya Bu, saya tahu orangnya. Ada apa Bu? “ tanya Belle mulai curiga.
“ Nah, Bel, baru-baru ini saya dapat informasi kalau anak itu sedang dalam pengaruh narkoba. Apa kamu bisa menolong saya dengan mendekatinya perlahan dan membuatnya berhenti mengkonsumsi narkoba? Tolong Bel, ajari dia, bantu dia sebelum keadaan semakin parah Bel. Hanya kamu siswi yang bisa saya andalkan.saya percaya, kamu punya kepandaian lebih yang bisa kamu gunakan untuk membantunya. “ bujuk Bu Mentari, suaranya mulai merajuk, hingga membuatku tidak tega, dan aku hanya sanggup mengangguk.
Belle berjalan dengan keadaa melamun. Pikirannya kacau, anatara bingung dan takut. Ia takut menghadapi Ello, tapi ia juga bingung bagaimana membatalkan atau menyelesaikan tugas dari guru wali kelasnya ini. Hingga tanpa sadar Belle menabrak seseorang dari arah yang berlawanan dengannya. BUKK..keduanya terjengkang kebelakang. “ Heh! Punya mata nggak sih lo?! “ bentak anak itu seraya memandang tajam ke arah Belle. Belle hanya terdiam, dilihatnya baik-baik sosok dihadapannya ini. Dia,anak itu,Ello! Cepat-cepat Belle bangkit berdiri dan membersihkan roknya yang terlanjur kotor terkena debu lantai. “ Maaf,maaf” pintanya cepat lalu segera berlari pergi, menjauh dari sosok itu. Ia masih merasa belum siap untuk bertemu Ello.
***
Saat Belle sampai di rumah, ia termenung di kamarnya yang berukuran kecil itu. Ibunya masih belum pulang bekerja, jadilah ia sendiri di rumah itu. Belle tidak tahu harus berbuat apa, ia terus memikirkan bagaimana cara melakukan tugas besar dari Bu Mentari ini? Sementara ia sendiri tidak bisa menolong ayahnya yang memiliki kasus hampir sama dengan Ello. Pertanyaan demi pertanyaan terus berkecamuk dalam hatinya.
Tiba-tiba terdengar suara seorang menggebrak pintu. Belle menduga bahwa itu ulah ayahnya lagi. Tapi ternyata salah. Ketika ia keluar dari kamarnya, dilihatnya beberapa orang polisi sudah menyusuri seisi rumahnya, dan seorang lagi berjaga di dekat pintu masuk. “ Ada apa ini? “ tanya Belle bingung. Polisi yang berada di dekat pintu sedikit terkejut melihat ada seorang gadis didalam rumah itu. “ Kami kesini karna kami ingin mencari barang bukti atas penangkapan ayah anda. “ katanya dengan suara formal. Belle tidak percaya, ternyata semalaman ayahnya meringkuk didalam sel tahanan, sementara ia bahagia karena bisa merasakan kedamaian dan enak-enakan tidur di rumah.Tiba-tiba seorang polisi muncul diantara aku dan polisi sebelumnya. “ Lapor Pak! Telah ditemukan sekantung pil ekstasi di kamar palaku! Laporan selesai! ” lalu polisi yang notabene adalah Kepala Polisi dari kasus ini langsung balas memberi hormat pada bawahannya dan bawahannya menghilang keluar rumah, mungkin ke mobil polisi di depan rumah ini.
“ Jadi, apa kamu sudah tahu kalau ayah kamu pengguna ekstasi? “ tanyanya padaku selanjutnya. Aku hanya mengangguk. “ Apa kamu tahu kalau ayah kamu juga pengedar? “ tanyanya lagi. Kali ini aku menggeleng. Aku hanya tahu ayah yang pemakai, bukan pengedar. Ternyata secepat itu pergerakan seorang pengguna barang haram itu. “ Yasudah kalau begitu. Kami sudah mengabari Ibu-mu, nanti beliau langsung datang ke kantor kami. Terima kasih atas kerjasamanya nak. “ katanya lalu pergi setelah penggeledahan berakhir.
Aku hanya bisa duduk terdiam di sofa ruang tamu. Aku ingin menangis rasanya jika tahu ayah yang selama ini menyusahkan aku dan ibu terutama, kini sudah meringkuk lemah dalam penjara. Tiba-tiba terlintas Ello dalam pikiranku. Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa harus segera menolong dia. Aku tidak ingin Ello sama seperti ayah nantinya. Jadi mulai besok, aku sudah bertekad untuk mulai memata-matai gerak-gerik Ello! Aku harus semangat! Kataku dalam hati.
***
Hari ini jam sekolah terasa lebih cepat dari biasanya. Mungkin karna aku masih belum siap menghadapi Ello. Sejenak aku ingin mundur. Tapi hasrat itu cepat-cepat ku tepis dari pikiranku. Aku harus tetap menolong Ello. Aku tidak mau Bu Mentari kecewa padaku.
Begitu bel tanda pulang berbunyi nyaring, aku langsung berlari ke kelas Ello. Hari ini kegiatan pertamaku adalah mengikuti kemanapun Ello pergi. Dengan hati-hati aku mengikuti langkah Ello dari belakang. Setelah beberapa menit keluar dari area sekolah, ternyata Ello pergi ke sebuah kafe yang lumayan sepi pengunjung. Dan ia bertemu dengan seorang lelaki. Lelaki menyeramkan itu memberinya sebungkus kecil suatu benda. Apa mungkin itu proses jual-beli narkoba? Aku hanya bisa bertanya dalam hatiku, karna aku tidak mungkin bertanya langsung pada Ello. Kejadiannya begitu cepat. Setelah ke kafe itu, Ello pergi ke suatu rumah yang megah sekali, setelah aku bertanya-tanya orang sekitar situ, akhirnya aku tahu, itu rumah Ello. Setelah hari itu selesai, aku pergi ke tampat ayah ditahan sejak kemarin. Aku mulai merasakan rindu padanya.
***
Hari ini adalah hari ke lima aku mengikuti Ello. Aku masih saja belum berani secara terang-terangan mengingatkan Ello. Aku merasa masih belum benar-benar mengenal Ello. Aku juga tidak tahu bagaimana harus memulai perkenalan dengannya. Hari itu, entah mengapa, Ello pergi ke tempat yang sepi. Terletak dibelakang gedung, yang sepertinya gudang. Apa Ello ingin menggunakan narkoba tanpa ada yang tahu? Pertanyaan kembali muncul dalam benakku. Aku mengintip aktivitas Ello sedikit dari balik tembok yang dapat menutupi tubuhku. Secara tidak sengaja, aku menginjak sebuah plastik yang menimbulkan sedikit suara. Aku mulai menyembunyikan tubuhku sekuat tenaga agar Ello tidak melihat. Beberapa detik kemudian, aku merasa Ello tidak mendengar suara plastik itu. Dan saat aku mengintip ke arah Ello lagi, ia sudah tidak ada di tempatnya. Tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki yang berat dari balik punggungku. Aku perlahan membalikkan tubuhku. Dan ternyata,…Ello sudah berdiri dengan santai di belakangku.
“ Ternyata bener dugaan gue selama beberapa hari ini. Lo ngapain ngikutin gue?! ” kayanya dengan nada sedikit meninggi.
“ Gu…gue,..gue emang ngikutin lo selama hampir seminggu ini. “ jawabku mengakui dengan takut-takut.
“ Lo belum jawab pertanyaan gue! Ngapain lo ikutin gue?! “ tanyanya mulai mendesak aku ke tembok.
“ Gu,..gue, cuman mau lo berhenti konsumsi barang kotor itu. “ jawabku seraya menundukkan kepalaku. Aku sudah tertangkap basah Ello hari ini. Mungkin misiku gagal.
“ Lo nggak tahu apa-apa tentang gue! mending lo pulang sekarang! Dan jangan pernah campuri urusan gue! Sana pergi! “ bentaknya.
“ Gue nggak akan berhenti ikutin lo, sampai lo bener-bener berhenti nge-drugs! “ tantangku sembarangan. Dan ekspresi Ello hanya memandangku dengan sinis. Lalu aku segera angkat kaki dari hadapannya. Hari ini cukup sampai disini dulu saja.
Dan semenjak ayah ditahan, perlahan sikapnya mulai kembali normal. Belakangan ini aku sering menjenguk ayah. Beliau terlihat senang ketika aku datang membawa makanan untuknya. Aku senang, akhirnya semua bisa kembali perlahan.
***
Sudah tiga minggu semenjak Bu Mentari meminta bantuanku. Aku masih saja belum mendapat hasil. Dari hari ke hari aku hanya bisa mengikuti Ello seperti biasanya. Hari itu pengintaianku selesai. Dengan gontai aku berjalan menyusuri trotoar untuk pulang ke rumah. Tiba-tiba kulihat kerumunan warga didepanku. Aku segera berlari, merasa ingin tahu apa yang terjadi. Mungkin aku bisa menolong. “ Permisi permisi permisi” kataku berusaha menerobos kerumunan. Hingga kulihat seorang lelaki yang penuh luka. Pelipisnya berdarah, tapi warga hanya memilih sebagai penonton. “ Apa kamu nggak apa-apa? “ tanyaku. Saat kulihat lukanya, aku sangat terkejut. Ello! Dia yang ada di hadapanku. “ Ello? Ayo aku bantu. Apa kamu masih bisa berdiri? “ tanyaku. Ia hanya mengangguk, ekspresinya seperti syok melihat aku. “ Rumahku sudah nggak jauh dari sini. Kita jalan pelan-pelan saja ke rumahku. Mungkin ibu bisa bantu obati kamu. “ kataku lalu menuntun Ello berjalan. Dan meminta seorang warga untuk membawakan motornya.
Ketika sampai di rumah, ibu terlihat terkejut beberapa detik, lalu tersadar dan segera menolong Ello. “ Apa lukanya ada lagi nak? “ tanya ibu lembut pada Ello. Ia hanya menggeleng. “ Yasudah, sekarang kamu minum tehnya, supaya bertenaga. “ lanjut ibu.
“ Terima kasih tante. “ ucap Ello pelan. Ibu hanya tersenyum ramah padanya. Ibu belum tahu bagaimana sikap manusia kejam ini padaku.
“ Nak Ello, apa ibu boleh tanya? “ kata ibu saat dirasa suasananya mulai tenang dan hangat.
“ Boleh tante, tanya saja. “ jawabnya dengan suara sopan, seakan lupa saat ia menggunakan suara tingginya padaku.
“ Apa kamu pengguna narkoba atau ekstasi? Maaf, bukannya menuduh, tapi, mata kamu, dan cara kamu memandang jauh mengisyaratkannya. “ tanya ibu hati-hati. Ello terlihat sejenak terkejut, lalu mengangguk. “ Sudah berapa lama kamu mengkonsumsi itu nak? “ tanya ibu lagi. Ekspresi Ello mulai melunglai.
“ Sudah dua bulan tante, sejak mama saya meninggal. “
“ Nak, apa kamu tahu? Narkoba atau ekstasi dan sejenisnya itu akan merusak masa depanmu? “ tanya ibu lagi, Ello hanya mengangguk. “ Nak, kalau kamu tahu. Ayah Belle itu seorang pemakai ekstasi, bahkan sudah menjadi pengedar. Sejak Ayah Belle menjadi pengguna, beliau lebih sering memukuli saya, kadang Belle juga ikut terpukuli. Ayah Belle menjadi pengguna karena kecewa dan marah pada dirinya sendiri karna tidak bisa memberi hidup layak pada kami. Dan sekarang, Ayah Belle harus mendekam di penjara karna perbuatannya. Kamu bersedih dan kecewa atas kepergian mama-mu itu boleh nak Ello, tapi jangan kamu rusak masa depanmu sendiri. Mama-mu disana pasti lebih senang saat anaknya bisa bahagia dan sukses. Kata orang, masa muda adalah masa emas, dimana seseorang bisa berbuat apa saja untuk masa depannya yang terbaik. “ kata ibu seraya mengusap-usap rambut Ello. Sama seperti yang dilakukan ibu untuk menenangkanku.
“ Iya Lo, bener kata ibu barusan. Makanya kamu harus cepet berhenti dari narkoba. Memang awalnya susah, tapi kalau kita mau usaha, nggak akan ada yang susah di dunia ini. Tenang aja, aku mau kok bantuin kamu. “ kataku menyemangati. Ello tersenyum, senyum hangat yang baru pertama kali kulihat.
“ Terima kasih tante, tante mengingatkan saya pada mama. “ kata Ello lalu ibu menarik Ello dalam dekapnya. Dan akupun ikut masuk dalam dekapan ibu akhirnya.
Sekarang aku mengerti, hidup adalah anugrah berharga yang Tuhan berikan. Dan kita sebagai manusia harus mengusahakan yang terbaik dalam hidup. Narkoba adalah musuh terbesar hidup anak muda, dan kita harus pandai menjaga diri dan emosional kita. Terkadang, aku mengeluh karna orang tuaku yang keadaannya miris sekali. Tapi sekarang aku sadar, bahwa aku masih sangat beruntung karna masih bisa merasakan kasih sayang mereka. “Akhirnya Ello sudah benar-benar disembuhkan dengan bantuan ibu.” Kataku dalam hati.
TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar