Belle
terbangun dari tidur nyenyaknya ketika ia mendengar suara ribut-ribut diluar.
Ia segera bangkit dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar. Begitu
dilihatnya, sang ayah sudah bersiap memukuli ibunya lagi pagi itu, Belle
langsung mendorong tubuh separuh baya yang sudah sedikit tersungkur itu menjauh
dari pukulan keras ayah yang selanjutnya, dan akhirnya punggung baja Belle-lah
yang terkena imbasnya. “ Cepat berikan uangnya! “ bentak ayah pada ibu yang
sudah mendekap erat Belle yang kini sudah tersungkur sambil meringis kesakitan.
“ Tidak Roy! Uang itu hanya aku gunakan untuk sekolah Belle! “ sahut ibu dengan
suaranya yang mulai meninggi. PLAK, sebuah
tamparan keras mendarat di pipi Ibu Belle, ibu terlihat kesakitan. “ Ayah!
Sudahlah, jangan sakiti ibu begitu! “ kata Belle dengan suara menahan tangis
dan mencoba menahan tangan ayahnya diudara. “Ibu, sudahlah, berikan saja
uangnya. Aku tidak masalah kalau harus berhenti sekolah bu. Asalkan ibu tidak
terluka. “ lanjut Belle. Dan akhirnya Ibu Belle pun memberikan uang itu kepada
Roy, ayah Belle.
Setelah
menerima uang yang diinginkannya, Ayah Belle pergi entah kemana dengan tidak
lupa menggebrak pintu rumah sebelum benar-benar keluar rumah. Dan Belle mulai
menangis dipangkuan sang ibu. Ibu terus menenangkan Belle dengan mengusap-usap
lembut rambut Belle. Kejadian ini sudah sering terjadi semenjak usaha Ayah
Belle mengalami kebangkrutan. Ayah Belle yang tertekan dan mulai depresi
akhirnya memutuskan untuk menjadi pengguna ekstasi. Dengan keadaan ekonomi yang
terkadang sangat tidak mencukupi, Ayah Belle selalu memaksa Ibu Belle untuk
bekerja keras. Belle selalu merasa miris melihat perubahan drastis yang terjadi
pada keluarganya itu. Ia merasa keluarganya tidak sempurna. Belle yang manis,
pintar, dan selalu aktif di sekolahnya membuat ia mendapatkan beasiswa,
sehingga ia bisa sedikit meringankan beban ibunya yang membiayai sekolahnya
selama ini.
***
Untuk
pertama kalinya dalam bulan ini, Belle bisa memulai harinya dengan suasana pagi
yang damai dan tentram. Sepertinya semalam Ayah Belle tidak pulang ke rumah.
Tapi Belle lebih suka jika seperti itu. Dan seperti biasanya, Belle berjalan
kaki menuju sekolahnya. SMA Tunas Bangsa, sekolah elit yang ada di Bandung. Beruntunglah
Belle diberi otak yang super cerdas, hingga lolos seleksi masuk sekolah itu.
Dengan senyum mengembang Belle memasuki halaman sekolahnya yang sangat luas.
Hari itu pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia, pelajaran kesukaan Belle.
Karna hanya dalam pelajaran itu saja Belle bisa mengungkapkan imajinasinya yang
tidak mungkin tercapai.
“
Bel, kamu dipanggil sama Bu Mentari, wali kelas kita di ruang guru sekarang. “
kata Bagas saat bel tanda istirahat berbunyi. “ Oh iya, makasih. “ jawab Belle.
Dengan langkah setengah bermalas-malasan Belle menyusuri koridor sekolah menuju
ruang guru sesuai permintaan.
***
“
Bel, ibu memanggil kamu ke sini, karna ibu ingin minta tolong ke kamu. Ibu sangat
butuh bantuan kamu Bel. “ kata Bu Mentari saat aku sudah duduk dihadapannya.
“
Apa yang bisa saya bantu Bu? “ tanya Belle ingin tahu.
“
Kamu pasti tahu Ello kan? Siswa kelas XII-IPA 3 yang sangat nakal itu? “
“
Iya Bu, saya tahu orangnya. Ada apa Bu? “ tanya Belle mulai curiga.
“
Nah, Bel, baru-baru ini saya dapat informasi kalau anak itu sedang dalam
pengaruh narkoba. Apa kamu bisa menolong saya dengan mendekatinya perlahan dan
membuatnya berhenti mengkonsumsi narkoba? Tolong Bel, ajari dia, bantu dia
sebelum keadaan semakin parah Bel. Hanya kamu siswi yang bisa saya andalkan.saya
percaya, kamu punya kepandaian lebih yang bisa kamu gunakan untuk membantunya.
“ bujuk Bu Mentari, suaranya mulai merajuk, hingga membuatku tidak tega, dan
aku hanya sanggup mengangguk.
Belle
berjalan dengan keadaa melamun. Pikirannya kacau, anatara bingung dan takut. Ia
takut menghadapi Ello, tapi ia juga bingung bagaimana membatalkan atau
menyelesaikan tugas dari guru wali kelasnya ini. Hingga tanpa sadar Belle
menabrak seseorang dari arah yang berlawanan dengannya. BUKK..keduanya terjengkang kebelakang. “ Heh! Punya mata nggak sih
lo?! “ bentak anak itu seraya memandang tajam ke arah Belle. Belle hanya
terdiam, dilihatnya baik-baik sosok dihadapannya ini. Dia,anak itu,Ello!
Cepat-cepat Belle bangkit berdiri dan membersihkan roknya yang terlanjur kotor
terkena debu lantai. “ Maaf,maaf” pintanya cepat lalu segera berlari pergi, menjauh
dari sosok itu. Ia masih merasa belum siap untuk bertemu Ello.
***
Saat
Belle sampai di rumah, ia termenung di kamarnya yang berukuran kecil itu.
Ibunya masih belum pulang bekerja, jadilah ia sendiri di rumah itu. Belle tidak
tahu harus berbuat apa, ia terus memikirkan bagaimana cara melakukan tugas
besar dari Bu Mentari ini? Sementara ia sendiri tidak bisa menolong ayahnya
yang memiliki kasus hampir sama dengan Ello. Pertanyaan demi pertanyaan terus
berkecamuk dalam hatinya.
Tiba-tiba
terdengar suara seorang menggebrak pintu. Belle menduga bahwa itu ulah ayahnya
lagi. Tapi ternyata salah. Ketika ia keluar dari kamarnya, dilihatnya beberapa
orang polisi sudah menyusuri seisi rumahnya, dan seorang lagi berjaga di dekat
pintu masuk. “ Ada apa ini? “ tanya Belle bingung. Polisi yang berada di dekat
pintu sedikit terkejut melihat ada seorang gadis didalam rumah itu. “ Kami
kesini karna kami ingin mencari barang bukti atas penangkapan ayah anda. “
katanya dengan suara formal. Belle tidak percaya, ternyata semalaman ayahnya
meringkuk didalam sel tahanan, sementara ia bahagia karena bisa merasakan
kedamaian dan enak-enakan tidur di rumah.Tiba-tiba seorang polisi muncul
diantara aku dan polisi sebelumnya. “ Lapor Pak! Telah ditemukan sekantung pil
ekstasi di kamar palaku! Laporan selesai! ” lalu polisi yang notabene adalah
Kepala Polisi dari kasus ini langsung balas memberi hormat pada bawahannya dan
bawahannya menghilang keluar rumah, mungkin ke mobil polisi di depan rumah ini.
“
Jadi, apa kamu sudah tahu kalau ayah kamu pengguna ekstasi? “ tanyanya padaku
selanjutnya. Aku hanya mengangguk. “ Apa kamu tahu kalau ayah kamu juga
pengedar? “ tanyanya lagi. Kali ini aku menggeleng. Aku hanya tahu ayah yang
pemakai, bukan pengedar. Ternyata secepat itu pergerakan seorang pengguna
barang haram itu. “ Yasudah kalau begitu. Kami sudah mengabari Ibu-mu, nanti
beliau langsung datang ke kantor kami. Terima kasih atas kerjasamanya nak. “
katanya lalu pergi setelah penggeledahan berakhir.
Aku
hanya bisa duduk terdiam di sofa ruang tamu. Aku ingin menangis rasanya jika
tahu ayah yang selama ini menyusahkan aku dan ibu terutama, kini sudah
meringkuk lemah dalam penjara. Tiba-tiba terlintas Ello dalam pikiranku. Entah
kenapa, tiba-tiba aku merasa harus segera menolong dia. Aku tidak ingin Ello
sama seperti ayah nantinya. Jadi mulai besok, aku sudah bertekad untuk mulai
memata-matai gerak-gerik Ello! Aku harus semangat! Kataku dalam hati.
***
Hari
ini jam sekolah terasa lebih cepat dari biasanya. Mungkin karna aku masih belum
siap menghadapi Ello. Sejenak aku ingin mundur. Tapi hasrat itu cepat-cepat ku tepis
dari pikiranku. Aku harus tetap menolong Ello. Aku tidak mau Bu Mentari kecewa
padaku.
Begitu
bel tanda pulang berbunyi nyaring, aku langsung berlari ke kelas Ello. Hari ini
kegiatan pertamaku adalah mengikuti kemanapun Ello pergi. Dengan hati-hati aku
mengikuti langkah Ello dari belakang. Setelah beberapa menit keluar dari area
sekolah, ternyata Ello pergi ke sebuah kafe yang lumayan sepi pengunjung. Dan
ia bertemu dengan seorang lelaki. Lelaki menyeramkan itu memberinya sebungkus
kecil suatu benda. Apa mungkin itu proses
jual-beli narkoba? Aku hanya bisa bertanya dalam hatiku, karna aku tidak
mungkin bertanya langsung pada Ello. Kejadiannya begitu cepat. Setelah ke kafe
itu, Ello pergi ke suatu rumah yang megah sekali, setelah aku bertanya-tanya
orang sekitar situ, akhirnya aku tahu, itu rumah Ello. Setelah hari itu
selesai, aku pergi ke tampat ayah ditahan sejak kemarin. Aku mulai merasakan
rindu padanya.
***
Hari
ini adalah hari ke lima aku mengikuti Ello. Aku masih saja belum berani secara
terang-terangan mengingatkan Ello. Aku merasa masih belum benar-benar mengenal
Ello. Aku juga tidak tahu bagaimana harus memulai perkenalan dengannya. Hari
itu, entah mengapa, Ello pergi ke tempat yang sepi. Terletak dibelakang gedung,
yang sepertinya gudang. Apa Ello ingin
menggunakan narkoba tanpa ada yang tahu? Pertanyaan kembali muncul dalam
benakku. Aku mengintip aktivitas Ello sedikit dari balik tembok yang dapat
menutupi tubuhku. Secara tidak sengaja, aku menginjak sebuah plastik yang
menimbulkan sedikit suara. Aku mulai menyembunyikan tubuhku sekuat tenaga agar
Ello tidak melihat. Beberapa detik kemudian, aku merasa Ello tidak mendengar
suara plastik itu. Dan saat aku mengintip ke arah Ello lagi, ia sudah tidak ada
di tempatnya. Tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki yang berat dari
balik punggungku. Aku perlahan membalikkan tubuhku. Dan ternyata,…Ello sudah
berdiri dengan santai di belakangku.
“
Ternyata bener dugaan gue selama beberapa hari ini. Lo ngapain ngikutin gue?! ”
kayanya dengan nada sedikit meninggi.
“
Gu…gue,..gue emang ngikutin lo selama hampir seminggu ini. “ jawabku mengakui
dengan takut-takut.
“
Lo belum jawab pertanyaan gue! Ngapain lo ikutin gue?! “ tanyanya mulai
mendesak aku ke tembok.
“
Gu,..gue, cuman mau lo berhenti konsumsi barang kotor itu. “ jawabku seraya
menundukkan kepalaku. Aku sudah tertangkap basah Ello hari ini. Mungkin misiku
gagal.
“
Lo nggak tahu apa-apa tentang gue! mending lo pulang sekarang! Dan jangan
pernah campuri urusan gue! Sana pergi! “ bentaknya.
“
Gue nggak akan berhenti ikutin lo, sampai lo bener-bener berhenti nge-drugs! “
tantangku sembarangan. Dan ekspresi Ello hanya memandangku dengan sinis. Lalu
aku segera angkat kaki dari hadapannya. Hari ini cukup sampai disini dulu saja.
Dan
semenjak ayah ditahan, perlahan sikapnya mulai kembali normal. Belakangan ini
aku sering menjenguk ayah. Beliau terlihat senang ketika aku datang membawa
makanan untuknya. Aku senang, akhirnya semua bisa kembali perlahan.
***
Sudah
tiga minggu semenjak Bu Mentari meminta bantuanku. Aku masih saja belum
mendapat hasil. Dari hari ke hari aku hanya bisa mengikuti Ello seperti
biasanya. Hari itu pengintaianku selesai. Dengan gontai aku berjalan menyusuri
trotoar untuk pulang ke rumah. Tiba-tiba kulihat kerumunan warga didepanku. Aku
segera berlari, merasa ingin tahu apa yang terjadi. Mungkin aku bisa menolong. “
Permisi permisi permisi” kataku berusaha menerobos kerumunan. Hingga kulihat
seorang lelaki yang penuh luka. Pelipisnya berdarah, tapi warga hanya memilih
sebagai penonton. “ Apa kamu nggak apa-apa? “ tanyaku. Saat kulihat lukanya,
aku sangat terkejut. Ello! Dia yang ada di hadapanku. “ Ello? Ayo aku bantu.
Apa kamu masih bisa berdiri? “ tanyaku. Ia hanya mengangguk, ekspresinya
seperti syok melihat aku. “ Rumahku sudah nggak jauh dari sini. Kita jalan
pelan-pelan saja ke rumahku. Mungkin ibu bisa bantu obati kamu. “ kataku lalu
menuntun Ello berjalan. Dan meminta seorang warga untuk membawakan motornya.
Ketika
sampai di rumah, ibu terlihat terkejut beberapa detik, lalu tersadar dan segera
menolong Ello. “ Apa lukanya ada lagi nak? “ tanya ibu lembut pada Ello. Ia
hanya menggeleng. “ Yasudah, sekarang kamu minum tehnya, supaya bertenaga. “
lanjut ibu.
“
Terima kasih tante. “ ucap Ello pelan. Ibu hanya tersenyum ramah padanya. Ibu
belum tahu bagaimana sikap manusia kejam ini padaku.
“
Nak Ello, apa ibu boleh tanya? “ kata ibu saat dirasa suasananya mulai tenang
dan hangat.
“
Boleh tante, tanya saja. “ jawabnya dengan suara sopan, seakan lupa saat ia
menggunakan suara tingginya padaku.
“
Apa kamu pengguna narkoba atau ekstasi? Maaf, bukannya menuduh, tapi, mata
kamu, dan cara kamu memandang jauh mengisyaratkannya. “ tanya ibu hati-hati.
Ello terlihat sejenak terkejut, lalu mengangguk. “ Sudah berapa lama kamu
mengkonsumsi itu nak? “ tanya ibu lagi. Ekspresi Ello mulai melunglai.
“
Sudah dua bulan tante, sejak mama saya meninggal. “
“
Nak, apa kamu tahu? Narkoba atau ekstasi dan sejenisnya itu akan merusak masa
depanmu? “ tanya ibu lagi, Ello hanya mengangguk. “ Nak, kalau kamu tahu. Ayah
Belle itu seorang pemakai ekstasi, bahkan sudah menjadi pengedar. Sejak Ayah
Belle menjadi pengguna, beliau lebih sering memukuli saya, kadang Belle juga
ikut terpukuli. Ayah Belle menjadi pengguna karena kecewa dan marah pada
dirinya sendiri karna tidak bisa memberi hidup layak pada kami. Dan sekarang,
Ayah Belle harus mendekam di penjara karna perbuatannya. Kamu bersedih dan
kecewa atas kepergian mama-mu itu boleh nak Ello, tapi jangan kamu rusak masa
depanmu sendiri. Mama-mu disana pasti lebih senang saat anaknya bisa bahagia
dan sukses. Kata orang, masa muda adalah masa emas, dimana seseorang bisa
berbuat apa saja untuk masa depannya yang terbaik. “ kata ibu seraya
mengusap-usap rambut Ello. Sama seperti yang dilakukan ibu untuk menenangkanku.
“
Iya Lo, bener kata ibu barusan. Makanya kamu harus cepet berhenti dari narkoba.
Memang awalnya susah, tapi kalau kita mau usaha, nggak akan ada yang susah di
dunia ini. Tenang aja, aku mau kok bantuin kamu. “ kataku menyemangati. Ello
tersenyum, senyum hangat yang baru pertama kali kulihat.
“
Terima kasih tante, tante mengingatkan saya pada mama. “ kata Ello lalu ibu
menarik Ello dalam dekapnya. Dan akupun ikut masuk dalam dekapan ibu akhirnya.
Sekarang
aku mengerti, hidup adalah anugrah berharga yang Tuhan berikan. Dan kita
sebagai manusia harus mengusahakan yang terbaik dalam hidup. Narkoba adalah
musuh terbesar hidup anak muda, dan kita harus pandai menjaga diri dan
emosional kita. Terkadang, aku mengeluh karna orang tuaku yang keadaannya miris
sekali. Tapi sekarang aku sadar, bahwa aku masih sangat beruntung karna masih
bisa merasakan kasih sayang mereka. “Akhirnya Ello sudah benar-benar
disembuhkan dengan bantuan ibu.” Kataku dalam hati.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar